Bukan Jalang
Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya, lain kantor lain pula skandalnya. Kurang lebih begitulah kita mengibaratkan. Sebab dimana bumi dipijak, ya disitulah kita temui skandal. Memang, skandal itu bervariasi, bergantung pada dimana kita berpijak. Wkwk omong opo to bril?
Ya, peribahasa diatas memang benar adanya. Hal ini saya sadari ketika hidup di alam lain. Sejak Juli 2017 lalu, saya mulai menapaki tanah-tanah Celebes. Utamanya di daerah Sulawesi Selatan. Beruntung detik ini saya berada di Palopo, dimana belalang belalang disini masih satu genus dengan saya. Skandal-skandalnya juga masih mirip.
Kilas balik sejenak, sebelum Juli 2017 saya hidup di daerah dengan iklim pendidikan yang kental. Orang tua saya pendidik, lalu saya sekolah di tempat yang bermoral pula. Teman-teman saya sudah otomatis adalah orang-orang peka, baik, atau seenggaknya cerdas deh. Kalau ada isu-isu dikit langsung pasang lilin, pasang spanduk, pasang display picture, publikasi hingga bikin aksi kemanusiaan. Pokoknya kalau ada yang gabener dikit langsung reaktif.
Sedangkan disini, di Samsat, di tongkrongan, di terminal. Kata jorok dimana-mana, minuman dimana-mana, buang asap dimana-mana. Seenaknya. Ga kenal tempat, walau udah di ruang kerja, atau ruangan ber AC. Biro jasa dimana-mana, walau udah ditulis percaya pada diri sendiri, dilarang menggunakan calo. Pijit-pijit anak magang seenaknya, yang dipijit juga gak berontak. Seakan pasrah karena yang pijitin punya pangkat. Gila emang.
Jika peribahasa pertama tadi benar dan peribahasa “dimana bumi dipijak, disitu langit di junjung” adalah wajib hukumnya. Maka tinggal menunggu waktu bagi saya untuk menjadi bejad. Bisa cepat, bisa juga lambat. Tergantung bagaimana sistem safap saya merespon, Mohon maaf masa lalu. Salam dari Palopo tanah pusaka.
Comments